Mewujudkan Pembangunan Indonesia Yang Berkelanjutan dan Ramah Lingkungan
Pembangunan berkelanjutan (sustainable development)
menjadi salah satu isu penting dalam kebijakan pemerintah akhir – akhir
ini. Definisi pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang tidak
ada henti-hentinya dengan tingkat hidup generasi yang akan datang tidak
boleh lebih buruk atau bahkan lebih baik dari generasi saat ini
(Suparmoko 2000 : 13). Menurunnya kualitas lingkungan, merebaknya
bencana, serta makin tingginya kepadatan penduduk menjadi tantangan yang
harus dihadapi oleh pemerintah dalam menentukan rencana pembangunan di
masa kini dan mendatang. Pembangunan berkelanjutan dan ramah lingkungan
mutlak diperlukan untuk mengantisipasi penurunan cadangan sumber daya
alam di masa mendatang.
Masih segar dalam ingatan kita akan bencana alam yang datang silih berganti awal tahun ini. Dimulai dari bencana banjir yang melanda Jakarta, banjir bandang yang melumpuhkan jalur transportasi darat di pantura Jateng, musibah gunung meletus Sinabung dan Kelud, bencana tanah longsor di Jawa Barat sampai yang terbaru kabut asap yang menerpa Riau dan sekitarnya. Musibah gunung Sinabung dan Kelud memang bisa dianggap murni faktor alam, namun bencana banjir dan kabut asap yang terjadi tidak bisa lepas karena faktor pembangunan yang tidak memperhatikan aspek pengelolaan lingkungan yang baik. Kerugian yang terjadi akibat bencana cukup berdampak signifikan bagi perekonomian riil masyarakat sehari-hari. Data resmi kerugian bencana yang dirilis oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat kerusakan akibat banjir di berbagai daerah di Indonesia mencapai Rp14,75 triliun. Kerusakan terbesar terjadi akibat banjir di Jalur Pantai Utara (Pantura). Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, mengatakan kerugian dan kerusakan banjir Jakarta sebesar Rp5 triliun, kemudian kerusakan banjir dan longsor di 16 kabupaten/kota di Jawa Tengah sebesar Rp2,01 triliun. Kerugian dan kerusakan banjir bandang di Sulut sebesar Rp1,74 triliun, kerugian dan kerusakan banjir di Pantura Jawa (dari Banten-Jabar-Jateng dan Jatim) Rp6 triliun seperti yang dirilis dalam situs Sekretaris Kabinet. Sedangkan untuk penanganan pascabencana banjir dan longsor di 16 kabupaten/kota di Jateng membutuhkan dana sebesar Rp3,59 triliun. Lalu penanganan pascabencana banjir bandang di Sulut membutuhkan Rp1,03 triliun.Padahal, dana cadangan penanggulangan bencana per tahun hanya tersedia Rp3 triliun. Dengan rincian, untuk darurat Rp1,5 triliun dan pascabencana Rp1,5 triliun guna penanganan bencana di seluruh Indonesia.
Sedangkan kerugian ekonomi yang timbul akibat aksi pembalakan liar dan musibah kabut asap pun tidak kalah besarnya jika dibandingkan dengan kerugian banjir bandang. Dalam kurun waktu 5 tahun dari 2007-2012, kerugian Indonesia akibat pembalakan liar dan buruknya manajemen industri kehutanan mencapai sekitar 7 miliar dollar AS. Sepanjang 2012, negara hanya menerima sekitar 300 juta dollar AS dari royalti kayu serta dana reboisasi. Jumlah itu tidak sepadan dengan besarnya kerugian yang dialami.. Lebih khusus lagi kerugian langsung yang timbul akibat kabut asap adalah gangguan penerbangan. Asosiasi maskapai Indonesia National Air Carriers Association memprediksi kerugian sedikitnya Rp15 miliar akibat pembatalan dan penundaan sejumlah jadwal penerbangan di bandara Sultan Syarif Qasim II, Pekanbaru, Riau. Data-data tersebut diatas menunjukkan bahwa kerugian akibat kesalahan pengelolaan lingkungan hidup berdampak signifikan bagi sektor riil masyarakat dan ekonomi negara secara umumnya.
Pentingnya Sumber Daya Alam dan Lingkungan Bagi Indonesia
Kekayaan alam merupakan kumpulan sumber daya yang berpotensi besar, yakni sumber daya terbarukan yang dapat dikelola untuk menghasilkan pendapatan yang berkelanjutan, sedangkan sumber daya tak-terbarukan disalurkan untuk menghasilkan modal SDM dan modal yang diproduksi. Karena itu, cara pengubahan modal alam menjadi bentuk modal lain itu penting bagi strategi pembangunan Indonesia.
Kebijakan Penghambat Pembangunan Berkelanjutan dan Berwawasan Lingkungan
Pembangunan yang berkelanjutan membutuhkan rencana dan kebijakan yang bervisi maju dan bersifat jangka panjang. Hal ini memerlukan konsistensi dan keberanian dalam mengimplementasikannya di lapangan. Sayangnya ada beberapa kebijakan yang berpotensi menghambat pembangunan yang berkelanjutan seperti :
a) Terlalu mengejar investasi masuk ke daerah tanpa memperhitungkan kerusakan lingkungan jangka panjang
b) Mengabaikan pengembangan transportasi publik yang murah dan nyaman namun mengijinkan pengembangan mobil murah
c) Tidak melakukan internalisasi biaya kerusakan lingkungan kedalam perencanaan pembangunan
d) Rencana dan implementasi pembangunan kurang memperhatikan faktor perubahan iklim yang berdampak kepada ketahanan pangan dan kualitas sumber daya alam jangka panjang
e) Lemahnya penegakan hukum untuk kasus perusakan lingkungan.
Solusi untuk Pembangunan Berkelanjutan dan Berwawasan Lingkungan
Kompleksnya masalah yang dihadapi dalam perencanaan pembangunan sebaiknya disikapi oleh pemerintah dengan menyiapkan rencana pembangunan yang berkelanjutan dan lebih berorientasi pada jangka panjang. Pemerintah seharusnya mempertimbangkan dengan cermat antara investasi yang masuk dengan resiko lingkungan jangka panjang yang harus ditanggung. Rusaknya infrastruktur jalan dan sanitasi akibat banjir menjadi biaya yang harus dibayar mahal oleh pemerintah dan warga masyarakat. Terkait upaya penghematan sumber daya alam khususnya bahan bakar sudah selayaknya transportasi publik yang bersifat massal seperti kereta api dibangun secara progresif, bukan malah memboroskan energi dengan kebijakan mobil murah walaupun dilabeli Low Cost Green Car. Internalisasi biaya kerusakan lingkungan juga sebaiknya dimasukkan dalam dokumen perencanaan seperti Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang digunakan sebagai acuan sehingga dampak positif dan negatif yang timbul sebagai akibat dari pengembangan wilayah dapat diantisipasi dengan baik. Insentif untuk pihak-pihak yang berkontribusi positif terhadap pelestarian sumber daya alam perlu ditingkatkan seperti pengurangan pajak untuk petani produktif dan insentif pascapanen. Langkah terpenting dari semua kebijakan ini adalah penegakan hukum bagi para pelaku perusakan lingkungan sesuai dengan Undang – undang nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup sehingga masyarakat tidak lagi ikut menanggung derita bencana akibat perusakan lingkungan.
Masih segar dalam ingatan kita akan bencana alam yang datang silih berganti awal tahun ini. Dimulai dari bencana banjir yang melanda Jakarta, banjir bandang yang melumpuhkan jalur transportasi darat di pantura Jateng, musibah gunung meletus Sinabung dan Kelud, bencana tanah longsor di Jawa Barat sampai yang terbaru kabut asap yang menerpa Riau dan sekitarnya. Musibah gunung Sinabung dan Kelud memang bisa dianggap murni faktor alam, namun bencana banjir dan kabut asap yang terjadi tidak bisa lepas karena faktor pembangunan yang tidak memperhatikan aspek pengelolaan lingkungan yang baik. Kerugian yang terjadi akibat bencana cukup berdampak signifikan bagi perekonomian riil masyarakat sehari-hari. Data resmi kerugian bencana yang dirilis oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat kerusakan akibat banjir di berbagai daerah di Indonesia mencapai Rp14,75 triliun. Kerusakan terbesar terjadi akibat banjir di Jalur Pantai Utara (Pantura). Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, mengatakan kerugian dan kerusakan banjir Jakarta sebesar Rp5 triliun, kemudian kerusakan banjir dan longsor di 16 kabupaten/kota di Jawa Tengah sebesar Rp2,01 triliun. Kerugian dan kerusakan banjir bandang di Sulut sebesar Rp1,74 triliun, kerugian dan kerusakan banjir di Pantura Jawa (dari Banten-Jabar-Jateng dan Jatim) Rp6 triliun seperti yang dirilis dalam situs Sekretaris Kabinet. Sedangkan untuk penanganan pascabencana banjir dan longsor di 16 kabupaten/kota di Jateng membutuhkan dana sebesar Rp3,59 triliun. Lalu penanganan pascabencana banjir bandang di Sulut membutuhkan Rp1,03 triliun.Padahal, dana cadangan penanggulangan bencana per tahun hanya tersedia Rp3 triliun. Dengan rincian, untuk darurat Rp1,5 triliun dan pascabencana Rp1,5 triliun guna penanganan bencana di seluruh Indonesia.
Sedangkan kerugian ekonomi yang timbul akibat aksi pembalakan liar dan musibah kabut asap pun tidak kalah besarnya jika dibandingkan dengan kerugian banjir bandang. Dalam kurun waktu 5 tahun dari 2007-2012, kerugian Indonesia akibat pembalakan liar dan buruknya manajemen industri kehutanan mencapai sekitar 7 miliar dollar AS. Sepanjang 2012, negara hanya menerima sekitar 300 juta dollar AS dari royalti kayu serta dana reboisasi. Jumlah itu tidak sepadan dengan besarnya kerugian yang dialami.. Lebih khusus lagi kerugian langsung yang timbul akibat kabut asap adalah gangguan penerbangan. Asosiasi maskapai Indonesia National Air Carriers Association memprediksi kerugian sedikitnya Rp15 miliar akibat pembatalan dan penundaan sejumlah jadwal penerbangan di bandara Sultan Syarif Qasim II, Pekanbaru, Riau. Data-data tersebut diatas menunjukkan bahwa kerugian akibat kesalahan pengelolaan lingkungan hidup berdampak signifikan bagi sektor riil masyarakat dan ekonomi negara secara umumnya.
Pentingnya Sumber Daya Alam dan Lingkungan Bagi Indonesia
Kekayaan alam merupakan kumpulan sumber daya yang berpotensi besar, yakni sumber daya terbarukan yang dapat dikelola untuk menghasilkan pendapatan yang berkelanjutan, sedangkan sumber daya tak-terbarukan disalurkan untuk menghasilkan modal SDM dan modal yang diproduksi. Karena itu, cara pengubahan modal alam menjadi bentuk modal lain itu penting bagi strategi pembangunan Indonesia.
Kebijakan Penghambat Pembangunan Berkelanjutan dan Berwawasan Lingkungan
Pembangunan yang berkelanjutan membutuhkan rencana dan kebijakan yang bervisi maju dan bersifat jangka panjang. Hal ini memerlukan konsistensi dan keberanian dalam mengimplementasikannya di lapangan. Sayangnya ada beberapa kebijakan yang berpotensi menghambat pembangunan yang berkelanjutan seperti :
a) Terlalu mengejar investasi masuk ke daerah tanpa memperhitungkan kerusakan lingkungan jangka panjang
b) Mengabaikan pengembangan transportasi publik yang murah dan nyaman namun mengijinkan pengembangan mobil murah
c) Tidak melakukan internalisasi biaya kerusakan lingkungan kedalam perencanaan pembangunan
d) Rencana dan implementasi pembangunan kurang memperhatikan faktor perubahan iklim yang berdampak kepada ketahanan pangan dan kualitas sumber daya alam jangka panjang
e) Lemahnya penegakan hukum untuk kasus perusakan lingkungan.
Solusi untuk Pembangunan Berkelanjutan dan Berwawasan Lingkungan
Kompleksnya masalah yang dihadapi dalam perencanaan pembangunan sebaiknya disikapi oleh pemerintah dengan menyiapkan rencana pembangunan yang berkelanjutan dan lebih berorientasi pada jangka panjang. Pemerintah seharusnya mempertimbangkan dengan cermat antara investasi yang masuk dengan resiko lingkungan jangka panjang yang harus ditanggung. Rusaknya infrastruktur jalan dan sanitasi akibat banjir menjadi biaya yang harus dibayar mahal oleh pemerintah dan warga masyarakat. Terkait upaya penghematan sumber daya alam khususnya bahan bakar sudah selayaknya transportasi publik yang bersifat massal seperti kereta api dibangun secara progresif, bukan malah memboroskan energi dengan kebijakan mobil murah walaupun dilabeli Low Cost Green Car. Internalisasi biaya kerusakan lingkungan juga sebaiknya dimasukkan dalam dokumen perencanaan seperti Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang digunakan sebagai acuan sehingga dampak positif dan negatif yang timbul sebagai akibat dari pengembangan wilayah dapat diantisipasi dengan baik. Insentif untuk pihak-pihak yang berkontribusi positif terhadap pelestarian sumber daya alam perlu ditingkatkan seperti pengurangan pajak untuk petani produktif dan insentif pascapanen. Langkah terpenting dari semua kebijakan ini adalah penegakan hukum bagi para pelaku perusakan lingkungan sesuai dengan Undang – undang nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup sehingga masyarakat tidak lagi ikut menanggung derita bencana akibat perusakan lingkungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar